Bab 10: Yang Tak Terucap Tapi Tertanam
Hujan sore itu turun perlahan, seperti enggan menyentuh tanah. Jendela kaca di ruang kerja dipenuhi titik-titik kecil yang melukis bayangan samar langit kelabu. Di balik layar laptop yang menampilkan angka-angka, aku diam-diam melirik sosok yang kini duduk beberapa meja di depannya. Elio. Selalu terlihat tenang, selalu tahu waktu yang tepat untuk bicara dan diam. Beberapa hari terakhir, interaksi mereka berubah. Bukan menjadi lebih romantis, bukan pula semakin intens. Tapi... lebih dalam. Seperti ada lapisan perasaan yang mulai terbentuk, tak banyak kata, namun penuh makna. Aku mengingat kembali malam minggu lalu, saat aku dan Elio berbincang lama di taman kecil dekat halte. Kami bertukar cerita tentang banyak hal malam itu, dan Elio bercerita tentang adik perempuannya, dan seolah dia memang tercipta untuk kuat, yang membuat dia tumbuh tanpa tahu cara meminta bantuan siapa pun. dan aku juga menceritakan mimpiku yang ingin pergi ke sebuah tempat di tempat yang pernah kita sebut lang...